Senin, 11 Mei 2009




Yogyakarta

oleh: KLA Project

Pulang ke kotamu
Ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat, penuh selaksa makna

Terhanyut aku akan nostalgi
Saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama
Suasana Jogja

Di persimpangan langkahku terhenti
Ramai kaki lima
Menjajakan sajian khas berselera
Orang duduk bersila

Musisi jalanan mulai beraksi
Seiring laraku kehilanganmu
Merintih sendiri
Ditelan deru kotamu ...

Walau kini kau t'lah tiada tak kembali
Namun kotamu hadirkan senyummu abadi
Ijinkanlah aku untuk s'lalu pulang lagi
Bila hati mulai sepi tanpa terobati

Sumber :
http://www.kapanlagi.com/lirik/artis/kla_project/yogyakarta
11 Mei 2009

OBYEK WISATA DI YOGYAKARTA




Gedung Bank Indonesia dan Kantor Pos Besar.

Bangunan Kolonial yang indah ini terletak di utara untuk Karaton. Beberapa meter ke arah timur terdapat Gereja Agama Katholik tua yang terletak di Jl. Secodiningratan (Sekarang Jln P Senopati).

Baron

Pantai ini terletak di Kabupaten Gunungkidul, berjarak sekitar 60 km arah selatan dari kota Yogyakarta. Pantai Baron merupakan muara dari aliran sungai di bawah batu karang. Pantai ini sebenarnya merupakan teluk yang diapit oleh dinding-dinding perbukitan pohon kelapa.

Kukup

Ombaknya tergolong agak besar. Sebagai rangkaian alam perpantaian dari pantai Baron, gambaran tentang Pantai Kukup tidak jauh berbeda. Pantai ini berjarak sekitar 1 km dari Pantai Baron. Ciri khas dari obyek Pantai Kukup adalah pada koleksi ikan hiasnya. Pengunjung dapat sekedar melihat atau bahkan membelinya. Ciri lain menonjolkan yang eksotisme pantai ini adalah warna pasir pantainya yang putih kekuning-kuningan.


Candi Banyu Nibo Banyunibo

Mempunyai arti "air menetes" yang merupakan candi peninggalan agama Budha abad IX. Candi ini juga disebut "Si Sebatang Kara Banyu Nibo" karena letaknya yang terpencil ditengah persawahan dan rumpun pisang terpisah dari kelompok candi-candi yang lain. Candi ini dapat dicapai dengan kendaraan umum dari simpang tiga jalan raya Yogya-Solo yang menuju ke Piyungan sepanjang 2 kilometer atau 1 kilometer dari mulut jalan setapak yang menuju ke Petilasan Keraton Ratu Boko hingga tiba di komplek SKSD Palapa DIY. Selanjuynya perjalanan dengan jalan kaki menyusuri persawahan kearah timur (kiri), kurang lebih 1 kilometer.

Kerajinan Batik

Batik kali digunakan sebagai simbol warisan turun temurun dari leluhur kita. Proses pembuatan Batik dapat dilihat di beberapa Galeri Batik di sebelah selatan Kota Jogjakarta yang sudah turun temurun.

Museum Biologi

Terletak di jalan Sultan Agung Nomor : 22 Yogyakarta merupakan sarana pendidikan tentang satwa ( fauna ) dalam alam tumbuhan ( flora ) Indonesia . Dalam museum ini dapat disaksikan berbagai macam herabrium kering dan basah, berbagai jenis binatang dan kerangkanya. Sebagian diantaranya diperagakan dalam bentuk diorama, yang memperlihatkan kehidupan binatang dan tumbuh-tumbuhan tersebut, menyerupai keadaan dialam aslinya. Museum ini terbuka pada setiap hari : Selasa s/d Kamis pukul 08.00 - 13.00, Jum;at dari pukul 08.00 - 11.00, Sabtu dari pukul 08.00 - 12.30, dan Minggu pukul 08.00 - 12,00.

Bird Market (Pasar Burung Ngasem)

Tepatnya di wilayah Kecamatan Kraton, dan hanya berjarak sekitar 200 m dari gerbang Kraton Yogyakarta serta berhimpitan dengan Tamansari, terdapat sebuah pasar yang dikenal sebagai 'pasar burung", meskipun sebenarnya merupakan pasar umum, sebab tidak hanya jenis binatang dan burung saja yang ada di pasar tersebut. Pasar tersebut dikenal dengan nama Pasar Ngasem.

Borobudur

Merupakan Candi Budha terbesar di dunia yang merupakan salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Terletak disebelah Barat Laut kota Yogyakarta, sejauh lebih kurang 42 km. Dibangun pada abad ke 8, dengan kerja keras dan keringat yang membasahi dibawah sengatan terik matahari daerah tropis, ditunjang ketekunan para pekerja dan dedikasi yang tinggi dari kerabat dan rakyat wangsa Cailendra yang berkuasa pada saat itu. Candi itu benar-benar menampilkan kebesaran kerajaan Cailendra, yang berusaha menggambarkan riwayat hidup Sidharta Gautama dan menjelaskan ajaran-ajarannya melalui relief-relief yang terukiir indah pada dinding candi.

Museum Sonobudoyo

Merupakan meseum budaya yang lengkap setelah Museum Pusat Jakarta. Terletak di sisi barat laut alun-alun utara Yogyakarta. Museum yang juga merupakan sarana pendidikan, khususnya dalam bidang seni-budaya dana kepurbakalaan, museum ini juga memiliki perpustakaan yang cukup memadai terutama buku-buku yang berkaitan dengan masalah kebudayaan juga menyimpan warisan budaya rokhani yang tiada bernilai tingginya, dapat dikunjungi setiap hari antara pukul 08.00 - 13.00 WIB.

Cerme Gua

Di balik ketenaran objek wisata Pantai Parangtritis dan makam raja Mataram (Imogiri), Kabupaten Bantul ternyata masih memiliki satu lagi objek wisata yang tidak kalah menariknya. Wisata alam Goa Cerme, objek wisata yang tersembunyi di Dusun Srunggo, Imogiri.Untuk menyusuri seluruh relung Gua Cerme yang memiliki lorong sepanjang 1.200 meter itu, diperlukan waktu sekitar 2 jam lebih. Sepanjang jalan yang dilalui, memiliki alur yang berkelok-kelok, dihiasi stalagtit dan stalagmit yang berlekuk-lekuk

Gereja Kotabaru

Terletak 2Km di sebelah barat Stasiun Tugu / malioboro. Merupakan gereja tua peninggalan zaman kolonial. Terkenal dengan nama Gereja Katolik St Antonius.

Dewantara Kirti Griya

Museum yang berlokasi di JalanTaman Siswa No 31 Yogyakarta dulu merupakan kediaman keluarga Ki Hajan Dewantara. Museum ini merupakan museum memorial milik Yayasan Persatuan Perguruan Taman Siswa. Museum yang terletak dijantung kota Yogyakarta dengan luas bangunan 300 meter persegi dan luas tanah 2700 meter persegi bisa setiap saat dikunjungi wisatawan dengan kendaraan umum, bis kota , becak, maupun andong. Koleksi Museum Dewantara Kirti Griya berupa kumpulan surat - surat Ki Hajar Dewantara yang berjumlah 876 pucuk, perlengkapan rumah tangga, dokumentasi, foto - foto dan satu unit film dengan judul Ki Hajar Dewantara Pahlawan Nasional. Berkat kemajuan tehnologi film dapat disajikan kepada para pengunjung sehingga suara Ki Hajar Dewantara yang sedang berdialog dapat dinikmati dalam ruangan khusus.

Dieng Plateau

Negeri yang dijuluki "Negeri Dewa" itu menyimpan sejuta keindahan lengkap dengan legendanya. Kalau Bumi Parahyangan memiliki Kawah Tangkuban Perahu, maka Dieng memiliki Kawah Sikidang. Keindahan dijamin tak kalah dengan kawah milik Sangkuriang tersebut.Keunikan obyek wisata Dieng, bukan hanya kesejukan alam, tetapi ada candi-candi kecil yang berusia belasan abad serta telaga dan kawah yang memiliki nilai magis dan ilmiah tersendiri. Itu akan sangat menarik minat para turis, ilmuwan dan penulis, untuk berwisata ke sana.


Dirgantara Mandala

Museum terletak di kompleks Lanuma Adisucipto. Di dalam Museum ini terdapat foto tokoh AURI, panji-panji/pataka kapal terbang yang digunakan Angkatan Udara Indonesia dari tahun 1945 sampai sekarang, dan benda-benda sejarah yang ada hubungannya dengan perjuangan AURI. Untuk berkunjung ke Museum ini, pada saat kedatangannya pimpinan rombongan/pengunjung perlu lapor di pos perjagaan. Museum ini dibuka tiap hari : Senin s/d Kamis jam 08.00 - 13.30, Jum'at jam 08.00 s/d 11.00 dan hari Sabtu jam 08.00 s/d 12.00.


Vredeburg

Dipusat kota, didepan Gedung Agung (bekas istana Presiden RI di jaman Yogyakarta menjadi ibukota Negara tahun 1946),dibelakang Monumen Serangan Umum 1 Maret terletak sebuah benteng kuno, Vredeburg. Benteng ini sengaja didirikan oleh penjajah Belanda untuk mengamankan pemerintahannya dengan seorang Gubernur Hindia Belanda yang bertempat tinggal di Gedung Gubernuran (Gedung Agung sekarang).


Glagah

Pantai Glagah yang terletak 40 km dari kota Yogyakarta termasuk wilayah Kabupaten Kulonprogo . Di kawasan pantai ini telah dibangun berbagai sarana dan fasilitas antara lain kolam pemancingan, taman rekreasi, camping ground dan gardu pandang.Bagi pengunjung yang mempunyai hoby olah raga dayung bisa menyalurkan bakatnya /hobynya di pantai ini dengan menggunakan perahu Kano.


Universitas Gajah Mada

Salah satu kampus terbesar dan tertua di Indonesia. Berdiri sejak tahun 1949 dan memiliki fasilitas terlengkap hingga saat ini.


Gedung Agung

Istana Yogyakarta yang dikenal dengan nama Gedung Agung terletak di pusat keramaian kota, tepatnya di ujung selatan Jalan Akhmad Yani dahulu dikenal Jalan Malioboro, jantung ibu kota Daerah Istimewa Yogyakarta. Kawasan istana terletak di Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kotamadya Yogyakarta, dan berada pada ketinggian 120 meter dari permukaan laut. Kompleks istana ini menempati lahan seluas 43,585 m2.


Gembira Loka

Gembira Loka is relatively a small zoo located on the bank of river Gajah Wong, 3 km east of main Post Office. It has interesting collection of animals, local and foreign. In the compound, there are recreational facilities such as a pond for boating and a children's playground. During school holidays, gamelan and musical entertainment are performed in the grounds.


Imogiri

Sebenarnya Makam Hastanegara, dan merupakan makam yang lebih muda usianya dibandingkan dengan makam kotagede. Di Makam Imogiri ini, dimakamkan Raja-raja yang memerintah Kerajaan Mataram sepeninggalan Panembahan Senopati, terutama Putra Sultan Agung Hanyokro Kusumo. Makam ini dibangun diatas bukit, dan untuk mencapainya kita harus mendaki tangga dari batu berundak sebanyak 345 buah hingga tiba disuatu persimpangan jalan. Ziarah ke Makam Imogiri dapat dilakukan setiap hari Senin antara pukul 10.00 hingga 13.00 atau haru minggu antara pukul 13.30 hingga 16.30 WIB

Jagadnata

Pura Hindu (pura),pura terbesar di Yogyakarta.terletak di Jl Sorowajan

Jalan Malioboro

Merupakan salah satu pusat perbelanjaan di Jogja. Keramaian dan semaraknya Malioboro tidak terlepas dari banyaknya pedagang kaki lima yang berjajar sepanjang jalan Malioboro menjajakan dagangannya, hampir semuanya yang ditawarkan adalah barang/benda khas Jogja sebagai souvenir/oleh-oleh bagi para wisatawan. Mereka berdagang kerajinan rakyat khas Jogjakarta, antara lain kerajinan ayaman rotan, kulit, batik, perak, bambu dan lainnya, dalam bentuk pakaian batik, tas kulit, sepatu kulit, hiasan rotan, wayang kulit, gantungan kunci bambu, sendok/garpu perak, blangkon batik [semacan topi khas Jogja/Jawa], kaos dengan berbagai model/tulisan dan masih banyak yang lainnya. Para pedagang kaki lima ini ada yang menggelar dagangannya diatas meja, gerobak adapula yang hanya menggelar plastik di lantai. Sehingga saat pengunjung Malioboro cukup ramai saja antar pengunjung akan saling berdesakan karena sempitnya jalan bagi para pejalan kaki karena cukup padat dan banyaknya pedagang di sisi kanan dan kiri.


Museum Sasmitaloka

Untuk melestarikan nilai-nilai perjuangan dalam memerdekakan dan mempertahankan kemerdekaan dari penjajahan maka perlu sekali kalau kita berkunjung ke Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Sudirman yang di Jalan Bintaran No. 3 Yogyakarta. Dari dalam gedung Sasmitaloka inilah pengunjung diajak menyaksikan sebagian dari sejarah perjuangan panjang bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya, diantaranya melalui perang terbuka maupun dengan gerilya yang dilakukan oleh putera-puteri terbaik di negeri ini dan salah satunya dipimpin oleh Kolonel Sudirman Komandan Divisi V Purwokerto saat itu.


Kalasan Temple

Terletak hanya 50 meter di tepi sebelah Selatan dari Jalan Raya Yogya-Solo ,Kilometer 14 dan lebih kurang 600 meter di sebelah Barat Daya Candi Sari. Candi Kalasan merupakan peninggalan Budha yang tertua di daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah yang dibangun pada Tahun 778 Masehi sebagai persembahan kepada Dewi Tara Candi Kalasan ini bercorak Budha namun pendirinya adalah Rakai Panangkaran dari Wanca Sanjaya yang menganut agama Hindu, atas bujukan Guru-Gurunya dari Wanca Syailendra yang menganut Agama Budha . Candi Kalasan juga terkenal sebagai candi yang Indah Hiasannya dan sangat halus pahatan batunya. Selain itu ornamen dan relief pada dinding luarnya dilapisi sejenis semen kuno yang disebut Vajralepa


Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat

Merupakan sumber pancaran seni budaya Jawa yang dapat di saksikan melalui keindahan arsitektur dengan ornamen-ornamennya yang sangat mempesona. Setiap hari, Kraton terbuka kunjungan wisatawan mulai pukul 7.30 hingga pukul 13.00, kecuali pada hari Juma't Kraton hanya buka sampai dengan pukul 12.00 WIB.


Desa Kasongan

Terletak di Barat daya Yogyakarta. Terkenal sebagai desa pengrajin tembikar.


Kepatihan Danurejan

Dulunya adalah rumah tinggal bagi Patih. Patih di kerajaan Yogyakarta selalu mendapat gelar DANUREJO. Sehingga tempat tinggal para patih disebut Danurejan.


Kota Gede Kotagede atau Kota Gede

Kadang-kadang disebut sebagai Kota Ibukota Lama, karena dulu tempat ini merupakan ibukota Kerajaan Islam Mataram yang pertama. Sebelumnya, tempat ini hanyalah hutan yang disebut Alas Mentaok, yang diberikan kepada Panembahan Senopati oleh Sultan Pajang, raja Kerajaan Hindu di Jawa Timur, karena Senopati telah membantu menyelamatkan Pajang. Pada tahun 1575, Panembahan Senopati, yang menjadi raja Mataram Islam yang pertama, membangun kawasan ini dan menetapkannya sebagai kota ibukota.


Kota Gede Makam Raja

Di setiap daerah pastilah mudah ditemukan makam, demikian pula di Yogya. Bahkan di Yogya, selain mudah ditemukan makam umum, dikenal pula makam raja-raja Mataram, yang dikenal dengan nama Imogiri. Selain di Imogiri, ada pula makam Kotagede. Di makam ini pendiri Mataram, Panembahan Senapati di makamkan.


Kiskendo

Taman wisata ini terletak 35 kilometer di sebelah Barat kota Yogyakarta, di peghunungan Menboreh. Taman Wisata ini terdiri dari Goa Kiskendo, Goa Sumitro dan Watu Blencong . Merupakan goa alam di pegunungan Menoreh yang terletak 1200 m di atas permukaan laut yang berhawa sejuk, dari bentuk serta keadaannya sangat serupa dengan apa yang yang tersirat dalam legenda dalam legenda Istana Goa Kiskendo (yang merupakan fragmen dari cerita Ramayana ), tempat tinggal Raksasa Mahesasura yang berkepala kerbau dan Lembusura yang berkepala sapi.Dalam kisah pewayangan, di tempat ini terjadi pertempuran antara Subali Sugriwa dengan Mahesasura dan patih Lembusura yang menghuni goa ini.Di samping itu keadaan-keadaan geologis dari goa-goa yang ada di daerah berbatu kapur,Di dalam goa Kiskendo ini terdapat banyak stalaktit dan stalagmit yang aneh namun indah bentuknya.Di dalam goa ini mengalir sungai di bawah tanah yang dalam cerita pewayangan, dan dalam pertempuran antara Subali ; Sugriwa dan Mahesasura ; Lembusura, mengalirkan air berwarna merah dan putih.


Krakal

Meskipun masih satu mata rantai dari kunjungan ke Pantai Baron dan Pantai Kukup, nuansa perjalanan menuju lokasi Pantai Krakal sedikit berbeda. Bahkan boleh dikatakan, Pantai Krakal memberikan gambaran seutuhnya tentang panorama pantai. Disepanjang perjalanan menuju lokasi pantai ini, terlihat keindahan pemandangan bukit-bukit kapur diselingi dengan teras-teras batu karang. Paduan bebatuan seperti ini dikenal dengan nama daerah karst, yakni bekas dasar laut yang mengalami proses pengangkatan kerak bumi sehingga menjulang ke atas membentuk sebuah dataran tinggi. Batu-batu karang ini dulunya adalah bekas sarang/rumah binatang karang yang hidup pada saat itu. Pantai Krakal relatif landai. Hal ini memungkinkan sinar mentari menghidupkan cakrawala perpantaian, dan angin laut berhembus dengan sejuk. Pasir putih terhampar cukup panjang di tepian pantai, yakni sekitar 5 km, seolah selalu putih bersih dibasuk oleh deburan ombak yang cukup besar.


Gua Langse

Terletak di kaki tebing Parangtritis merupakan tempat tetirah yang terkenal, meskipun di sekitarnya juga banyak kawasan serupa, seperti Gua Tapan, Sendang Beji, maupun Gua Siluman. Dalam buku-buku tulisannya, Dr. Hermanus Johannes de Graaf, ilmuwan Belanda yang mengkhususkan diri dalam pengkajian tanah Jawa, menyebut Gua Langse sebagai Gua Kanjeng Ratu Kidul. Oleh sebab itu, gua ini merupakan tempat yang sering dikunjungi oleh reraja Mataram. Di gua ini konon pernah bersemedi pula Syekh Siti Jenar maupun Sunan Kalijaga. Dari pantai Parangtritis untuk menuju Gua Langse masih harus berjalan sekitar 3 km ke arah timur. Jangan kaget atau merasa ngeri ketika Anda sudah berada di bibir tebing. Dengan ketinggian tebing 400 m dan nyaris tegak lurus, perjalanan menuju Gua Langse menjadi tantangan tersendiri. Jalan menuju ke kaki tebing tempat Gua Langse berada berupa campuran antara tangga (ada 4 buah pada tempat yang terpisah), akar, dan tonjolan bebatuan. Sesampainya di gua, pengunjung bisa mandi di salah satu bilik. Air yang dipakai mandi berasal dari mata air yang keluar dari dalam gua. Airnya yang dingin dan tawar serta mengandung kadar kapur tinggi bisa menghilangkan kelelahan akibat perjalanan menuju gua. Selesai mandi, barulah pengunjung dipersilakan untuk bersemedi. Kesunyian di dalam gua sangat membantu untuk memusatkan pikiran. Suara yang terdengar hanyalah debur ombak pantai selatan.


Masjid Agung

Terletak di sebelah Barat Alun-alun Utara Yogyakarta yang hingga kini masihdipergunakan untuk tempat beribadah sehari-hari bagi umat Islam. Di hari-hari besar Islam ,masjid ini dipergunakan sebagai tempat penyelenggaraan upacara-upacara resmi keagamaan Islam dari Kraton Yogyakarta.Masjid Agung Yogyakarta memiliki gaya bangunan jawa yang spesifik, utamanya dalam bentuk atapnya yang disamping unik juga indah menyerupai masjid Agung Kadilangu yang dibangun oleh Sunan Kalijaga (salah seorang wali sango di kota antik Demak)Di sayap Timur bagian depan dari Istana ini dipergunakan sebagai Museum Puro Pakualaman dengan mempergunakan 4 buah ruangan, yang dapat dikunjungi masyarakat setiap hari Senin dan Kamis antara pukul 11.00 hingga 13.00. Dalam Museum ini tersimpan benda-benda bersejarah yang memiliki nilai Budaya tinggi, dan merupakan tinggalan masa silam dari keluarga Paku Alam.


Masjid Syuhada

Salah satu Masjid besar di Jogjakarta yang bersejarah. Terletak di Kotabaru - Jogjakarta.


Candi Mendut

Candi yang terletak kurang lebih 3 km sebelum candi borobudur dari arah jogyakarta, candi ini memiliki atap yang berbentuk limas dan didalamnya terdapat patung budha yag diapit oleh dua arca.


Monument 1 Maret

Terletak di sebelah selatang benteng Vredeburg berdiri dengan tegar, mengingatkan kita pada peristiwa nasional yang tersebar dalam sejarah berdirinya RI. Peristiwa ini pada tanggal 1 Maret 1949, tatkala Letnan Kolonel Soeharto (sekarang Presiden RI) memimpin Serangan Umum ke kota Yogyakarta yang saat itu berada dalam penguasaan bala tentara penjajah Belanda. Serangan itu berhasil dengan gemilang dan Tentara Nasional Indonesia telah berhasil menguasai kota Yogya selama 6 jam yang membawa hasil penyerahan Kedaulatan Rakyat dari pihak pemerintah Belanda kepada RI.


Museum Sasono Wiratama

Museum ini sering disebut sebagai munumen Diponegoro karena merupakan bekas rumah kediaman Pangeran Diponegoro seorang bangsawan Kraton Yogyakarta yang terkenal sebagai patriot dalam melawan penjajah Belanda antara tahun 1825-1830. Kini di dalam bangunan-bangunan ini yang telah dipugar, tersimpan berbagai peninggalan yang berupa peralatan perang dan peralatan lain yang pernah dipergunakan beliau dan para pengikutnya yang setia. Museum ini terletak di daerah Tegalrejo, lebih kurang 4 Km dari pusat kota Yogyakarta. Museum Sasana Wiratama terbuka untuk kunjungan masyarakat umum, setiap hari kerja antara senin sampai sabtu pukul 08.00 – 13.00.


Museum Perjuangan

Museum berdiri atas inisiatif panitia peringatan :Setengah abad Kebangkitan Nasional Propinsi DIY" pada Tahun 1958 yang dimaksudkan untuk mengenang sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia Pembangunan dimulai dengan peletakan batu pertama oleh Sri Paku Alam VIII , pada tgl 17 Agustus 1959 dan Pembanguynan itu selesai paDA TGL 29 jUNI 1961 dengan peletakan batu terakhir, peresmian sekaligus pembukaan Museum oleh Sri Paku Alam VIII . Mula-mula Museum dikelola oleh Panitia " Setengah Abad Kebangkitan Nasional DIY " ( 1961-1963 ) .Selanjutnya pada Tahun 1963 sampai dengan 1969 Panitia mengalami kesulitan dalam mencari dana sehingga Museum tidak dibuka oleh Umum. Pada Tahun 1970 -1974 Museum masih ditutup dan berada dibawah Pemda Propinsi DIY c.q. Inspeksi Kebudayaan Dinas P &K Propinsi DIY . Pada Tahun 1974-1980 Museum masih ditutup,namun pengelolaan Museum dilimpahkan ke Kanwil Depdikbud Propinsi DIY . Dan ,baru pada Tahun 1980-1997 Museum itu disatukan dengan Museum Negeri Sonobudoyo, dan dibuka untuk umum. Pada tgl 5 September 1997 Museum Perjuangan disatukan dengan Museum yang seaspek ( Museum Sejarah ) yaitu Museum Benteng Yogyakarta dan menjadi Museum Benteng Yogyakarta Unit II


Museum (Gallery) Affandi

Terletak di sisi sebelah Utara dari jalan Solo No. 167, tepatnya di lereng sebelah Barat jembatan sungai Gajahwong, kompleks museum yang menepati tahah seluas 3500 m2 terdiri dari bangunan museum dan bangunan rumah yang dahulu merupakan rumah tinggal pelukis Affandi beserta keluarganya. Affandi telah banyak menerima penghargaan dari negara-negara di Asia dan Eropa, disamping gelar Doctor Honoris Causa yang diterimanya dari Universitas Singapore. Koleksi lukisan Affandi yang tersimpan di museum berjumlah 300 buah yang secara berkala dipamerkan di museumnya.


Merapi

Gunung Merapi mempunyai ketinggian 2968 m dari permukaan laut dan terletak lebih kurang 25 km dari Yogyakarta. Gunung Merapi terbentuk pertama kali sekitar 60.000-80.000 tahun yang lalu. Namun sejarah aktivitasnya baru mulai diamati dan ditulis sebagai dokumen sejak tahun 1791. Puncak Merpai menjajikan daya pikat untuk menikmati keindahan matahari terbit pada pagi hari dengan pemandangan alami dari jajaran Gunung Ungaran, Telomoyo dan Merbabu. Gung Merapi dan sekitarnya menawarkan wisata gunung api seperti udara yang sejuk, lintas alam, keindahan kubah lava yang masih aktif.


Pasar Beringharjo

Pasar Beringharjo didirikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwana I. Pasar ini terletak di sebelah utara kompleks keraton. Nama Pasar Beringharjo diambilkan dari nama hutan Beringan, yakni hutan yang merupakan cikal bakal kota Yogyakarta. Di dalam hutan tersebut terdapat pedukuhan yang bernama Pacetokan yang merupakan tempat berdirinya Keraton Yogyakarta sekarang


Pantai Parangkusumo

Menurut legenda, tempat ini merupakan medan pertemuan para raja Kerajaan Yogyakarta dengan Nyai Roro Kidul. Tempat pertemuan tersebut tepatnya terletak di sebuah batuan intrusi pada hamparan pasir perpantaian. Sehubungan dengan legenda tersebut, pantai ini dikenal amat sakral.


Parangtritis.

Pantai Parangtritis terletak sekitar 27 km di sebelah selatan kota Yogyakarta. Lokasinya mudah dijangkau dengan berbagai alat transportasi. Disamping itu, di kawasan ini cukup banyak tersedia fasilitas penginapan dan rumah makan, kolam renang, pemandian dan bumi perkemahan. Untuk mencapai lokasi wisata ini, terdapat dua jalur yang dapat digunakan. Jalur pertama relatif lebih pendek, takni 27 km dari Yogyakarta, Kraton Yogyakarta-Desa Kretek-Pantai Parangtritis. Apabila perjalanan dilakukan pada pagi dan sore hari, pada rute ini akan selalu ditemui ‘pasukan sepeda’ para buruh yang memberikan sebuah gambaran kerukunan dan kedamaian di antara mereka. Jallur kedua, meski berjarak tempuh 37 km, melewati rute jalan pemandangan pegunungan yang menarik. Rute jalur ini adalah : Terminal Umbulharjo-Daerah Imogiri-Desa Siluk-Pantai Parangtritis.


Pawon

Bangunan suci budha yang disebut dalam prasasti karang tengah 824 m didukung letaknya yang segaris dengan candi mendut dan candi borobudur.terletak di desa brajanalan kec. borobudur.


Plaosan (Candi Budha)

Candi Plaosan terletak kira-kira 1 km ke arah timur dari candi Sewu. Candi Budha ini terdiri atas dua candi utama yang terletak berdampingan, masing-masing mempunyai landasan dasar sendiri. Relief ukiran yang terletak di bagian selatan candi menggambarkan tentang laki-laki dan candi yang lain menggambarkan tentang wanita. Keistimewaan lain dari candi ini adalah candi Perwata yang meniru bentuk stupa.


Prambanan Candi

Prambanan terletak kurang lebih 17 kilometer ke arah Yogya Solo (perempatan Janti ke Timur). Tiap orang pasti akan melihat candi ini karena letaknya yang hanya 100 meter dari jalan utama. Di waktu malam Candi ini akan lebih indah karena diSorot oleh sinar lampu berkekuatan tinggi.Candi Hindu yang tingginya 47 meter ini dibangun oleh Dinasti Sanjaya di abad 9.Candi ini terdiri atas 3 kompleks. Candi utama terletak di bagian dalam kompleks dan dikelilingi oleh candi-candi kecil yang disebut candi PERWARA. Beberapa dari candi-candi ini merupakan kontribusi dari pemimpin daerah sebagai upeti kepada Raja.


Puro Pakualaman (1813)

Berlokasi di Jln Sultan. Merupakan kerajaan kecil di dalam wilayah Kerajaan Ngayogyokarto Hadiningrat.


Ratu Boko (Candi Hindu)

Situs Ratu Boko berada di atas bukit pada ketinggian 195,97 meter dpl dengan luas sekitar 250.000 meter persegi. Dari sini Anda seperti melihat lukisan naturalis yang indah; Gunung Merapi yang selalu mengeluarkan asap membelakangi kemegahan Candi Prambanan dan Candi Sewu. Pemandangan alam yang indah juga tampak begitu Anda mengeserkan kepala ke arah selatan. Panorama perbukitan penuh dengan warna bangunan candi; Candi Banyunibo, Candi Barong, Candi Ijo, dan sebagainya. Benar-benar seperti lukisan!


Samas Pantai

Samas ini dikenal memiliki ombak yang besar dan terdapat delta-delta sungai dan danau air tawar yang membentuk telaga. Telaga-telaga tersebut digunakan untuk pengembangan perikanan, penyu, dan udang galah serta berbagai lokasi pemancingan. Disebelah Barat terdapat Pantai Patehan dengan panorama yang indah Lokasi : di Desa Srigading, Kec. Sanden kurang lebih 24 Km dari yogyakarta ke arah Selatan. Atraksi/Event Wisata : Upacara Kirab Tumuruning Maheso Suro, Labuhan Sedekah Laut, Pentas Seni Budaya ( liburan dan lebaran ).Fasilitas Terminal. Tempat Parkir, MCK, Penginapan, Rumah Makan, SAR, Jaringan Listrik, Mushola dan Sarana Transportasi.


Sari

Candi Budha ini terletak sekitar 600 meter kearah timur laut dari candi Kalasan, di sisi sebelah utara dari jalan utama antara Yogyakarta dan Solo. Candi yang kecil dan indah ini terdiri atas dua lantai. Lantai atas dulunya digunakan untuk menyimpan barang-barang untuk kepentingan keagamaan. Candi ini dulunya juga merupakan Vihara, tempat dimana biksu beribadah, bermeditasi, dan mengajar para pengikutnya. Tembok candi ini juga dilapisi oleh Vajralepa.


Sambisari

Candi ini terletak sekitar 12 km ke arah timur dari kota Yogyakarta di sebelah utara dari jalan utama antara Yogyakarta dan Solo. Candi Sambisari adalah candi yang sangat unik, candi ini terletak 6,5 meter di bawah permukaan tanah. Candi ini dibangun pada abad ke-10. Karena letusan Gunung Merapi di tahun 1006, daerah di sekitar ini tertutup oleh bahan-bahan yang berasal dari gunung berapi.


Gua Selarong

Kawasan objek wisata ini memiliki pemandangan alam yang indah serta cocok untuk digunakan sebagai Bumi Perkemahan (Camping Ground). Di masa lampau gua ini digunakan sebagai markas gerilya Pangeran Diponegoro dalam perjuangannya melawan penjajahan Belanda pada tahun 1825–1830.Pangeran Diponegoro pindah ke Gua Selarong setelah rumahnya di Tegalrejo diserang dan dibakar habis oleh Belanda.Gua Selarong berlokasi sekitar 14 km arah utara Yogyakarta tepatnya di kecamatan Pajangan dan berada di puncak bukit yang ditumbuhi banyak pohon jambu biji yang merupakan khas dari objek tersebut.


Candi Sewu

Candi Sewu terletak hanya beberapa ratus meter ke arah timur laut dari Candi Prambanan. dengan lingkungan yang sejuk Anda dapat menikmati Candi Budha yang besar dan luas. meliputi beberapa candi kecil, seperti: candi Lumbung, candi Asu, candi Bubrah, dan candi Lor Kulon.


Sendangsono

Merupakan tempat ziarah bagi pemeluk agama Roma Katholik, tempat ini dibangun menyerupai Loudes di Perancis, dimana pada masa yang silam, Bunda Maria, ibunda Nabi Isa Al Masih telah menampakkan diri dihadapan seorang gadis Santa Bernadeta, dan melakukan berbagai mukjijat kepada masyarakat setempat. Nama Sendangsono diambil dari istilah "sendang" yang berarti mata air dan "sono", merupakan nama suatu jenis pohon. Sedangkan sendangsono berarti mata air di bawah pohon sono. Pada bulan Mei dan Oktober, tempat ini ramai sekali dipenuhi peziarah dari seluruh Indonesia.

Seni Sono

Art Center Di Yogya ada satu gedung kesenian yang dikenal dengan nama Seni Sono. Gedung ini terletak di jatung kota Yogyakarta. Bersebelahan dengan Istana Negara "Gedung Agung". Begitu strategisnya Seni Sono sehingga ada banyak aktivitas kesenian dan kebudayaan dilakukan di tempat ini. Apalagi tahun 1970-an sampai akhir 1980-an tidak banyak gedung kesenian, sehingga Seni Sono menjadi pilihan utama. Di gedung Seni Sono rupa-rupa kegiatan kesenian dan kebudayaan dilakukan. Ada pentas teater, pameran lukisan, diskusi, bazaar dan seterusnya. Pendeknya, Seni Sono yang berada di jalur kawasan Malioboro sangat strategis untuk menghadirkan publik.


Taman Sari

Terletak lebih kurang 400 meter dari Komplek Kraton Yogyakarta atau lebih kurang 10 menit berjalan kaki dari halaman dalam belakang Kraton yang disebut Kemandungan Kidul atau halaman Magangan.Taman Sari berarti taman yang indah, pada zaman dahulu merupakan tempat rekreasi Sri Sultan beserta kerabat Istana.


Telogo Muncar

Air terjun di kawasan Tlogo Putri - Kaliurang. Di lereng Gunung Merapi


Tugu Yogya

Merupakan salah satu bangunan peninggalan Sultan Hamengku Buwana I. Pembangunan Tugu tersebut dilakukan untuk memperingati rasa kebersamaan raja (pada waktu itu Pangeran Mangkubumui) dengan rakyat yang bersatu padu melawan Belanda sehingga Pangeran Mangkubumi mendapatkan tanah Mataram. Tugu tersebut dibangun setahun setelah Perjanjian Gianti. Ketinggian Tugu pada waktu dibangun pertama kali adalah 25 meter.


Monumen Yogya Kembali

Didirikan untuk mengenang peristiwa bersejarah yaitu bebasnya Yogyakarta dari Pendudukan Belanda tahun 1949. Monumen ini terletak di Sariharjo, Ngaglik Sleman kira-kira 7 km dari Tugu Yogyakarta. Monumen ini berbentuk kerucut menpunyai gunung dan terdiri dari tiga lantai. Lantai dasar punya pintu lurus dari barat ke timur sesuai dengan rotasi bumi. Pada lantai ini terdapat bermacam-macam display dan cerita lengkap mengenai peristiwa menjelang "Yogya Kembali". Lantai kedua punya pintu lurus dari utara ke selatan, terjalin dengan garis fisalfat bangunan kraton Yogyakarta. Lantai ini berisi cerita-cerita perjuangan yang dimulai dari saat Yogyakarta menjadi ibukota RI sampai peristiwa Yogya kembali. Lantai ketiga berada pada bagian paling atas, pada lantai ini tidak memiliki pintu para pengunjung bisa masuk ke ruangan ini melalui bagian bawah. Lantai ini punya satu ruang yang disebut "Gerba Graha" yang berarti ruang bersemedi

Sumber :
http://www.saptapari.co.id/objekygy.htm

Sumber Gambar :
http://www.yourasianvacations.com/images/prambanan.jpghttp://www.indonesia-tourism.com/yogyakarta/map/yogyakarta-high.png
http://www.saptapari.co.id/objekygy.htm

Wisata Kuliner Yogya


Bakpia Pathuk

Makanan Bakpia, bagi masyarakat Jogja memang sudah tidak asing lagi. Makanan khas ini memang sangat lezat dan cocok untuk oleh-oleh. Di Jogja makanan khas ini banyak terdapat di kawasan Pathok, yang berjarak satu kilometer dari Jalan Malioboro. Sejak dulu, daerah Pathok memang dikenal sebagai sentra pusat makanan bakpia ini. Bagi para wisatawan, bakpia ini selalu menjadi oleh-oleh yang tidak terlupakan, sebab selain enak harganya juga terjangkau. Untuk satu kotak rata-rata harganya Rp.10.000 s/d 15.000.

Gudeg Jogja

Gudeg adalah Jogja, Jogja adalah gudeg. Dua kata ini nampak seperti kembar siam, sulit dipisahkan. Kalau Anda sejenak berkeliling kota Jogja, akan banyak menemui penjual masakan yang manis ini. Orang Jogja suka menyantap gudeg ini terutama di pagi dan malam hari. Masakan gudeg ada 2 macam, yaitu gudeg basah dan gudeg kering. Gudeg basah , hanya satu kali dimasak dengan direbus hingga habis airnya, Sedangkan gudeg kering , minimal 2 kali memasak hingga benar-benar kering. Gudeg biasanya disajikan dengan sayur daun singkong, ayam , telur, dan krecek pedas (dari bahan kulit sapi). Bahan baku gudeg juga bervariasi. Umumnya gudeg Jogja dibuat dari bahan baku nangka muda. Bahan baku lain adalah rebung (bambu muda) dan manggar (bunga pohon kelapa). Namun jarang orang membuat gudeg dari dua bahan baku ini, karena sulit didapat. Namun ada warung gudeg yang spesialisasi menjual gudeg dari bahan manggar, yaitu GUDEG BU HENDRO. Warungnya dapat ditemukan di jalan Hayam Wuruk, daerah Lempuyangan pada malam hari.

Gudeg Jogja 2

Di pagi hari, tempat menyantap gudeg yang cukup kondang adalah di jalan Wijilan (sebelah timur Kraton), orang sering menyebutnya GUDEG WIJILAN. Di sepanjang jalan ini, setiap pagi berjejer penjual gudeg . Namun di antara banyak penjual gudeg ini, GUDEG YU DJUM yang ramai dikunjungi orang. Selain di Wijilan, Anda dapat mudah menemui penjual gudeg di sudut - sudut jalan kota Jogja.
Di malam hari, penjual gudeg lebih tersebar. Beberapa daerah penjual gudeg yang terkenal adalah di Tugu - Mangkubumi, sepanjang jalan Solo, seputar jalan Brigjen Katamso. Salah satu penjual gudeg malam hari yang cukup terkenal adalah GUDEG PERMATA atau GUDEG BU PUJO. Disebut gudeg Permata, karena letak warung ini persis di sebelah bioskop Permata. Tempat lain yang cukup kondang adalah GUDEG WIROBRAJAN, GUDEG TUGU

Gudeg Jogja 3

Di utara UGM, tepatnya KAMPUNG BAREK, adalah sentra produsen gudeg. Di sini ada belasan rumah yang memproduksi gudeg dan rata-rata mempunyai tempat berjualan di seantero kota Jogja. Beberapa nama gudeg kondang berasal dari kampung ini, antara GUDEG YU DJUM, GUDEG YU GINUK, GUDEG BU AMAD, dll.

Ayam Goreng / Bakar

Daftar lokasi ayam goreng / bakar terkenal di Jogja:

Ayam Goreng Suharti
Warung Tenda Utara Fak. Kehutanan UGM
Warung Tenda Depan Menwa UIN
Ninit, Jl. C. Simanjuntak
Ayam Goreng Suka - Suka, Jl. Kaliurang Km 6
Ayam Goreng Mbok Sabar, Jl. Jagalan
Bakso

Daftar lokasi penjual Bakso terkenal di Jogja:

Bakso Kauman, dekat perempatan Kauman - Gggerjen,
Bakso Cak Mahmud, Jl. Kusumanegara
Bakso Cak Karno, Pugeran (antara Pojok Beteng Kulon dan Plengkung Gading)
Bakso urat Pak Brewok, Jl. AM Sangaji
Bakso Urat Pak Tembong, Jl. Juminahan, jagalan
Bakso Bakar Malang, Jl. Prof. Yohanes
Ikan Bakar / Goreng

Daftar penjual ikan goreng / bakar terkenal di Jogja:

Moro Lejar, Cangkringan, Sleman
Warung Tenda Jalan Kaliurang Km. 4, Kawasan UGM
Numani, Jl. Parangtritis (500m Selatan Ring Road Selatan)
Ikan bakar, perempatan SGM (Belakang Kebun Binatang Gembiroloko)
Nasi Goreng dan Mie

Berikut adalah daftar penjual Nasi Goreng dan Mie yang terkenal di Jogja:

Nasi Goreng Pak Pele, Pojokan Alun-alun Lor
Depan Pasar Kolombo, Jl. Kaliurang Km 7.5
Nasi Goreng Batas Kota, Depan Gedung Wanitatama
Mie Goreng Depan Kantor Kadin, Depan Bioskop Permata
Mie Goreng Terminal Terban
Mie Goreng Pak Kribo, Depan Hotel Sri Manganti, Rahayu
Nasi Goreng Perumahan Banteng (Jl. Kaliurang)
Utara Tugu (Timur jalan dan barat Jalan)
Bakmi Mundiyo (Pertigaan Jl. Ibu Ruswo)
Bakmi Pak Tris, Jl. Kemetiran Kidul, Ngebuk
Doring, perempatan pojok beteng kulon ke Utara.
Bakmi Pak Rebo, dekat fotokopi Sambas.
Nasi goreng Depan SMA 7
Nasi goreng Miroso (Timur Galeria)
Wirosaban sebelah Timur perempatan sebelum rumah sakit Wirosaban (Murah dan enak)
Nasi Goreng kambing jalan Magelang
Mie Jakarta, depan RS. Bethesda, Jl. Sudirman
Sate dan Tongseng

Daftar lokasi penjuak Sate dan tongseng terkenal di Jogja:

Sate Samirono semua cabang (Lihat menu Akomodasi -> Restoran
Djono Jogja, Jl. Sagan Baru
Mlati (Lapangan Mlati ke Barat)
Cak Kowie (Depan Gedung Wanitatama
Depan Dolog
Sate Sapi Jl. Godean (Depan SPBU)
Sate Sapi Kota Gede - Alun-alun Karang, Kotagede
Sate Ngaglik (Depan Kantor Kecamatan Ngaglik, Jalan Kaliurang Km. 9
Sate Madura Cak Fa'i, Jalan Sultan Agung
Pak Udin, depan Pabrik Cerutu Tarumartani
Pak Udin, Taman Garuda, seberang Hotel Garuda
Sate Pak Amat, Jl. Sultan Agung
Sate Padang, depan Hotel Century
Lidah Kambing Goreng, Jl. Kaliurang Km 7 - pasar Colombo
Soto

Daftar lokasi penjual soto terkenal di Jogja:

Soto Sulung Cak H. Kowie, Depan Gedung Wanitatama
Soto Sulung Umbulharjo
Soto Kudus Mandala Krida
Soto Pak Soleh, Jl. Gampingan, Tegal rejo
Soto Gamping (Pertigaan Gamping - Ring Road Barat ke Barat
Soto Tamansari
Soto Sawah (Mirota Godean ke Selatan)
Soto Sulung Stasiun Tugu (Soto sulung pertama di Jogja)
Soto Pak Marto (Dekat perempatan Tamansari)
Soto Pak Tembong, perempatan Apotik Hayam Wuruk (Bausasran)
Soto Ayam Pasar Kembang


Sumber :
www.jogjaklik.com
Dalam :
http://pa-yogyakarta.net/index.php?option=com_content&task=view&id=56&Itemid=108
11 Mei 2009

Sumber Gambar :
http://www.sedap-sekejap.com/artikel/2000/edisi9/files/icip.htm

PKL, Kantong Bisnis & Paket Wisata Yogya


Oleh : Supadiyanto

KabarIndonesia - Pernahkah Pemda/Pemkot DIY menggagas ide (konsep) "pemodernisasian" para Pedagang Kaki Lima (PKL), hingga mampu mengubah citra negatif PKL yang kumuh menjadi "kantong bisnis" sekaligus "paket wisata" di Kota Gudeg ini?

Pertanyaan ini muncul, berangkat dari keprihatinan penulis kala mencermati masih amburadulnya manajemenisasi per-PKL-an di Yogyakarta. Padahal di sejumlah kota besar seperti di Solo yang belum lama ini merelokasikan ratusan PKL menuju kawasan yang lebih tertata apik, di tengah pusat kota. Tidak seperti di Yogyakarta, yang masih berjalan apa adanya. Lihat saja, bagaimana semrawutnya PKL di sepanjang trotoar Malioboro. Belum lagi melihat crowded-nya antrian PKL di Pasar Sentir (Tugu Yogya) dan tempat lainnya.

Yang lebih mengkhawatirkan lagi, pasca mengamati detil semrawutnya pasar tradisional di seantero Yogyakarta. Hingga berekses pada kemacetan lalu lintas setiap hari. Tak pelak kecelakaan lalu lintas, sering terjadi di depan pasar tradisional-yang juga sebagai basis para PKL mangkal. Cobalah lagi simak, bagaimana senewen-nya arus lalu lintas di depan Pasar Demangan dan Pasar Telo. Hal serupa, kerap pula terjadi di sentral Pasar Colombo, Beringharjo, Godean, Kenteng dan pasar tradisional lain. Kerumunan orang yang bertransaksi jual beli, di tepi jalan tersebut, sangat memungkinkan sebagai biang pemicu great lock-nya arus lalu lintas. Kerawanan kecelakaan lalu lintas, pastilah menjadi ancaman bagi keselamatan para pengunjung pasar tradisional. Buktinya, hampir setiap minggunya-terdapat satu atau lebih kasus kecelakaan yang menelan korban jiwa.

Secara lugas, tulisan ini tak bermaksud menghakimi secara sepihak pasar tradisional dan PKL sebagai biang kemacetan lalu lintas. Toh juga mal, hotel, café dan simbol bangunan kota metropolis yang serba modern, tak kalah sebagai biang pemicu kemacetan lalu lintas di Yogyakarta.

Terkait dengan ironisitas semua itu -sekali lagi- kuasakah PKL dan pasar tradisional menjadi ikon baru bagi peletupan "kantong bisnis" sekaligus "potensi pariwisata" di Yogyakarta? Terlebih setelah gempa bumi berkekuatan 5,9 skala Richter menimpa DIY dan Jawa Tengah pada akhir Mei lalu, praktis menimbulkan kerusakan infrastruktur, hingga menyebabkan lahirnya pengangguran baru. Bukankah kepedulian pemerintah mengarahkan para pemuda/i guna menekuni usaha di bidang PKL, mereka telah memecahkan masalah pelik seputar pengangguran di kota ini? Hanya dengan pendekatan psikologis dan kulturallah, upaya yang paling efektif untuk "memilut hati" para PKL agar memiliki kesadaran diri dalam menampilkan potensi dagangannya.

Terobosan serta manuver Pemkot/Pemda DIY bekerjasama dengan banyak pihak dalam rangka menggairahkan aktivitas ekonomi terkait sektor PKL dan pasar tradisional; mudah-mudahan dapat segera mengatasi kekalutan dan dilematis eksistensi "kaum kecil" di masa kini dan akan datang. Yogyakarta yang terkenal dengan julukan Kota Budaya, pariwisata sekaligus Pendidikan; kiranya sedikit banyak kuasa memuluskan kebijakan Pemkot/da dalam menata dan memberdayakan para PKL di wilayahnya.

Jumlah pengangguran yang cukup melimpah dari tahun ketahun di DIY, bakalan menimbulkan masalah sosial tersendiri apabila tak tertangani secara maksimal. Pun apabila pemerintah keliru dalam memberlakukan kebijakannya, seputar pemberdayaan para PKL di atas. Karena mayoritas PKL yang berlatar belakang pendidikan relatif rendah, bisa menjadi kendala umum.

Namun yang pantas diacungi jempol adalah komitmen serta keuletan prinsip kerja yang dilakoni para pedagang kaki lima ini. Mereka seolah tak memiliki keletihan, padahal dari tangan merekalah roda perputaran perekonomian di Kota Gudeg itu dapat berdenyut. Bila ditelaah lebih lanjut, PKL merupakan katup pengaman perekonomian daerah sebagai kantong bisnis. Penataan dan restrukturisasi per-PKL-an, pada masa postmodernisasi ini memang menjadi tuntutan zaman. Pasalnya, dengan upaya pemanajemenisasian PKL, akan memberikan dampak positif bagi para pengunjung/pembeli. Dalam hal ini, para pengunjung tidak hanya dimanjakan oleh pelayanan dari para pedagang, namun pula bisa menjadi ajang hiburan di akhir pekan.

Konsep wisata dengan menjual eksotisitas pemandangan hiruk pikuk (aktivitas) PKL, sepanjang ini belum pernah tergarap secara optimal. Apabila Pemkot/Pemda mampu merancang konsep mentah itu, bukan tak mungkin konstelasi PKL yang terkesan kumuh, dapat tersulap menjadi ajang bisnis sekaligus basis pariwisata yang teramat menjanjikan.

Konsep pemodernisasian PKL, sebaiknya dilakukan dengan proses sosialisasi terlebih dahulu melalui pamong desa dan juga media massa. Setelah itu, penetrasi yang dilakukan dengan melakukan berbagai pendekatan psikologis sekaligus kultural pada para pedagang dan masyarakat sekitar mengenai plus minus konsep pemodernisasian PKL, dan juga pasar tradisional.

Bercermin dari kemajuan PKL dan pasar tradisional yang berada di sejumlah kota, tak menutup kemungkinan dengan mencontoh PKL di luar negeri; konsep pemodernisasian PKL menjadi greng dalam membangkitkan denyut nadi perekonomian kerakyatan; justru setelah terjadi penetrasi modernisitas. Di mana, kinerja dalam sistematika PKL mengadopsi nilai-nilai modern yang mendahulukan profesionalitas pelayanan. Belum adanya sentuhan konsep pemodernisasian terhadap para PKL, dipastikan menjadi biang timbulnya semrawut pada pengusaha kelas kecil itu.

Kesan kumuh serta manajemen yang amburadul pada PKL, hendaknya dapat diminimalisir dengan menyontek nilai-nilai modernisitas tadi. Hanya saja yang pantas dipertanyakan saat ini, dapatkah konsep pemodernisasian PKL nilai-nilai kearifan budaya lokalnya? Yang terjadi selama ini, tak ada kata sepakat antara konsep nilai modern dengan "makhluk" yang bernama tradisional. Padahal, bila mau ditelaah masing-masing komponen memiliki keunggulan sendiri. Desain modern yang mampu menawarkan manajemen yang perfeksionistis, sementara itu kesan tradisional mewariskan nilai-nilai lokalitas serta kearifan budayanya. Proyek pemodernisasian PKL yang hanya memberikan peluang timbulnya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di tengah perjalanan; hanya akan menghancurkan kredibilitas pemerintah sendiri. Yang terpenting detik ini adalah itikad baik seluruh stakeholder yang berkecimpung dalam proyek pemodernisasian PKL dan pasar tradisional, agar tak timbul dampak buruk susulan bagi permasalahan sosial.

*)Supadiyanto, Peneliti muda pada Intan of Cultural Research Centre (ICRC); Pembelajar Jurdik Matematika FMIPA UNY & Jurusan KPI Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (30 April 2007)

Sumber :
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=15&jd=PKL,+Kantong+Bisnis+%26+Paket+Wisata+Yogya&dn=20070430061334
11 Mei 2009

Sumber Gambar :
http://community.kompas.com/photo/image/malioboro2.jpg

Menggagas Desain Sign System Kawasan Wisata Yogyakarta


Oleh Sumbo Tinarbuko

Yogyakarta hingga sekarang diyakini mempunyai magnet dan potensi yang dapat dikembangkan lebih serius. Seperti potensi kepariwisataan, potensi ekonomi, potensi seni budaya, dan potensi komponen arsitektur kawasan. Sayang potensi emas itu belum pernah ditata secara komprehensif dengan melibatkan berbagai unsur disiplin ilmu. Hingga sekarang pariwisata masih dipahami dalam konteks musim-musiman, tidak bisa sepanjang hari musim turis, sehingga ada masa pasang dan surut. Bila situasi keamanan tidak kondusif, maka pariwisata akan sepi. Begitulah yang terjadi pada pariwisata selama ini, sehingga tidak menciptakan daya tarik bisnis. Lain halnya dengan sektor pendidikan, yang digeret bersama-sama pariwisata, ternyata justru lebih nyata memberi berkah rejeki kepada masyarakat.

Saat kita mencoba menyusuri poros keramat Kaliurang sampai Parangtritis, misalnya, dapat dijumpai berbagai sentra kerajinan, pariwisata, pusat pendidikan, pusat kesenian, Kraton, Alun-Alun, Malioboro berikut komunitas pedagang kaki lima dan pengamen, serta berbagai situs sejarah: Tamansari, Panggung Krapyak, masing-masing dengan dinamika sosial budaya masyarakat Yogyakarta yang sangat kental dan unik. Sepanjang kawasan ujung utara dan selatan Yogya sebagai contoh kasus tulisan ini sebenarnya mempunyai potensi luar biasa untuk diberdayakan sebagai sebuah kawasan yang komprehensif dalam konteks apa pun.

Jika kita kupas dengan pendekatan ekonomi yang berwawasan pariwisata, maka pada tiap titik objek poros utara selatan Yogyakarta itu selalu muncul berbagai aspek yang saling bergantung antara satu dengan lainnya. Pada kenyataannya, jalinan unsur tersebut sangat didambakan oleh wisatawan dalam rangka mendapatkan pengalaman dan kenangan khusus ketika mereka melancong di kawasan tersebut. Keberadaannya bisa berbentuk pada kemudahan dalam hal sirkulasi, rasa aman dan nyaman, letak yang strategis, menemukan suasana khas yang bersifat rekreatif. Penataan elemen-elemen jalan, street furniture, tempat parkir yang tertata rapi, taman kota lengkap dengan patung-patung kota yang dapat menimbulkan kesan indah, bersih, nyaman, dan nggangeni.

Manakala kita melonggok poros Kaliurang (Gunung Merapi) sampai pantai Parangtritis, sistem pertandaan yang ada hanya berupa rambu-rambu standar internasional yang sangat kaku, dan kurang menarik dari aspek komunikasi visual. Secara fisik, rambu tersebut biasanya berlatar warna hijau, merah, atau biru dengan tipografi putih yang menunjukkan sekian kilometer ke arah selatan, utara, barat atau timur untuk menuju lokasi yang ditunjukkan oleh papan penunjuk arah tersebut.

Hal semacam ini sangat disayangkan, sebab Yogya yang dikenal sebagai kota yang unik berkat situs-situs budaya, lokasi pariwisata dan berbagai sekolah serta perguruan tinggi yang menjadi tujuan utama para peserta didik di seantero Indonesia seolah-olah menjadi sebuah kota dengan peta buta.

Beberapa nama jalan, nama pasar, dan identitas lokasi memang bisa kita jumpai di beberapa tempat. Tetapi sistem pertandaan semacam itu sifatnya sangat sederhana, ukurannya terlampau kecil, penempatannya tidak tepat atau terhalang oleh objek lain dan perancangan desainnya hanya mengacu pada standarisasi yang sudah ada.

Melihat fenomena semacam itu, sudah selayaknya kota Yogya dengan semangat otonomi daerah memelopori pembuatan sistem pertandaan yang terintegrasi antarlokasi, dan kawasan wisata yang ada di Yogya. Sebab dengan adanya sistem pertandaan yang dirancang secara terpadu akan meningkatkan image atau citra kota Yogya sebagai sebuah kota yang memiliki keunikan multidimensi.

Desain sistem pertandaan yang dibutuhkan oleh kawasan wisata Yogya adalah desain komunikasi berwujud tanda-tanda yang komunikatif. Untuk mengarah ke sana, kita bisa menggunakan pendekatan landmark (cap atau merek lokasi). Konsep ini lebih mengedepankan: pertama, keistimewaan. Aspek ini mengutamakan keunikan, ciri khas dan spesifikasi dari kota Yogya. Penggalian unsur keistimewaan ini mungkin bersumber dari panorama alam (gunung, pantai), objek peninggalan sejarah ( Tugu Yogya, Tamansari, bangunan kraton, beteng dan pagar Kraton, lampu dan Ngejaman), cinderamata, kesenian, rumah tradisional, pakaian adat, senjata tradisional, atau flora fauna. Kedua, image atau gambar yang diubah menjadi pictogram. Ketiga, tulisan yang diposisikan menjadi ideogram.

Masing-masing unsur tersebut, baik kata ataupun citra dihubungkan sedemikian rupa yang visualisasinya memanfaatkan konsep Gestalt ( sosok, positif negatif) yang dikemas secara dekoratif dengan ramuan komposisi, ritme dan kontras yang senantiasa terjaga keseimbangannya.

Bisa juga kita menggunakan pendekatan bahasa gambar. Dalam konteks ini, bahasa gambar dipahami sebagai sebuah proses berpikir kreatif yang dilakukan oleh penyampai pesan kepada penerima pesan dalam rangka menginformasikan pesan verbal yang divisualkan dalam bentuk gambar atau simbol.

Tahapan komunikasi seperti ini didahului dengan memvisualkan kalimat verbal ke dalam bentuk gambar (simbol). Keberadaannya senantiasa melibatkan unsur gambar sebagai sarana untuk menemukan suatu keunikan atau ciri khas suatu daerah. Kemudian menerjemahkan informasi yang diterima oleh indra lain (telinga dan perasaan) ke dalam kesan penglihatan atau image, yang divisualkan dalam bentuk sketsa mulai dari berbagai alternatif layout sampai ke final desain.

Karena berupaya menginformasikan pesan agar orang bisa mengartikan pesan tersebut, maka ketika mendesain sistem pertandaan itu perlu dilakukan proses abstraksi yang terdiri dari upaya memahami tujuan komunikasi, melakukan identifikasi objek sehingga mampu menggambarkan ciri-ciri kota Yogya secara jitu, kemudian dalam visualisasinya harus dibuat seringkas dan seminim mungkin agar mudah dipahami dan komunikatif.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan kreatif sistem pertandaan (sign system) berbasiskan data verbal-visual, serta didukung riset (lihat lampiran di bawah tulisan ini) yang mendalam, sangat guna untuk mempertajam analisis, sintesis dan evaluasi perancangan desain komunikasi visual tersebut. Kristalisasinya dimanfaatkan untuk menentukan tujuan kreatif, strategi kreatif dan rencana kreatif yang dihadirkan dalam bentuk bahasa gambar, bahasa teks maupun bahasa bunyi yang efektif, komunikatif dan persuasif.

Jika gagasan perihal sistem pertandaan di kawasan wisata Yogya ini bisa terwujud, dapat dibayangkan alangkah indah dan uniknya kota Yogya yang menampilkan maskot pendidikan dan pariwisata dengan ungkapan visual berupa taburan berbagai tanda dan simbol pada berbagai rambu lalulintas dan sistem pertandaan pariwisata di tengah masyarakat Yogya yang berasal dari berbagai etnis, kultur, dan golongan yang amat plural.

*)Sumbo Tinarbuko (http://sumbo.wordpress.com/), Konsultan Desain, Dosen Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa dan Program Pascasarjana ISI Yogyakarta.

Sumber :
http://sumbo.wordpress.com/2007/12/11/menggagas-desain-sign-system-kawasan-wisata-yogyakarta/
11 Mei 2009

Sumber Gambar :
http://otakiphan.files.wordpress.com/2008/05/p44051467ea35f.jpg

SEJARAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA



Daerah Istimewa Yogyakarta (atau Jogja, Yogya, Yogyakarta, Jogjakarta) dan seringkali disingkat DIY adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah di sebelah utara. Secara geografis Yogyakarta terletak di pulau Jawa bagian Tengah. Daerah tersebut terkena bencana gempa pada tanggal 27 Mei 2006 yang mengakibatkan 1,2 juta orang tidak memiliki rumah.

Propinsi DI. Yogyakarta memiliki lembaga pengawasan pelayanan umum bernama Ombudsman Daerah Yogyakarta yang dibentuk dengan Keputusan Gubernur DIY. Sri Sultan HB X pada tahun 2004.

Sejarah

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah provinsi yang berdasarkan wilayah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman. Selain itu ditambahkan pula mantan-mantan wilayah Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Praja Mangkunagaran yang sebelumnya merupakan enklave di Yogyakarta.

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah provinsi yang berdasarkan wilayah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman. Selain itu ditambahkan pula mantan-mantan wilayah Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Praja Mangkunagaran yang sebelumnya merupakan enklave di Yogyakarta.

Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dirunut asal mulanya dari tahun 1945, bahkan sebelum itu. Beberapa minggu setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, atas desakan rakyat dan setelah melihat kondisi yang ada, Hamengkubuwono IX mengeluarkan dekrit kerajaan yang dikenal dengan Amanat 5 September 1945 . Isi dekrit tersebut adalah integrasi monarki Yogyakarta ke dalam Republik Indonesia. Dekrit dengan isi yang serupa juga dikeluarkan oleh Paku Alam VIII pada hari yang sama. Dekrit integrasi dengan Republik Indonesia semacam itu sebenarnya juga dikeluarkan oleh berbagai monarki di Nusantara, walau tidak sedikit monarki yang menunggu ditegakkannya pemerintahan Nederland Indische setelah kekalahan Jepang.

Pada saat itu kekuasaan Kasultanan Yogyakarta meliputi:
Kabupaten Kota Yogyakarta dengan bupatinya KRT Hardjodiningrat,
Kabupaten Sleman dengan bupatinya KRT Pringgodiningrat,
Kabupaten Bantul dengan bupatinya KRT Joyodiningrat,
Kabupaten Gunungkidul dengan bupatinya KRT Suryodiningrat,
Kabupaten Kulonprogo dengan bupatinya KRT Secodiningrat.

Sedangkan kekuasaan Praja Paku Alaman meliputi:
Kabupaten Kota Paku Alaman dengan bupatinya KRT Brotodiningrat,
Kabupaten Adikarto dengan bupatinya KRT Suryaningprang.

Dengan memanfaatkan momentum terbentuknya Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Daerah Yogyakarta pada 29 Oktober 1945 dengan ketua Moch Saleh dan wakil ketua S. Joyodiningrat dan Ki Bagus Hadikusumo, maka sehari sesudahnya, semufakat dengan Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta, Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII mengeluarkan dekrit kerajaan bersama (dikenal dengan Amanat 30 Oktober 1945 ) yang isinya menyerahkan kekuasaan Legeslatif pada Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta. Mulai saat itu pula kedua penguasa kerajaan di Jawa bagian selatan mengeluarkan dekrit bersama dan memulai persatuan dua kerajaan.

Semenjak saat itu dekrit kerajaan tidak hanya ditandatangani kedua penguasa monarki melainkan juga oleh ketua Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta sebagai simbol persetujuan rakyat. Perkembangan monarki persatuan mengalami pasang dan surut. Pada 18 Mei 1946, secara resmi nama Daerah Istimewa Yogyakarta mulai digunakan dalam urusan pemerintahan menegaskan persatuan dua daerah kerajaan untuk menjadi sebuah daerah istimewa dari Negara Indonesia. Penggunaan nama tersebut ada di dalam Maklumat No 18 tentang Dewan-Dewan Perwakilan Rakyat di Daerah Istimewa Yogyakarta (lihat Maklumat Yogyakarta No. 18 ). Pemerintahan monarki persatuan tetap berlangsung sampai dikeluarkannya UU No 3 Tahun 1950 tentang pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta yang mengukuhkan daerah Kesultanan Yogyakarta dan daerah Paku Alaman adalah bagian integral Negara Indonesia.

"(1) Daerah yang meliputi daerah Kesultanan Yogyakarta dan daerah Paku Alaman ditetapkan menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta. (2) Daerah Istimewa Yogyakarta adalah setingkat dengan Provinsi."(Pasal 1 UU No 3 Tahun 1950)

Pemerintahan

Umum

Dasar filosofi pembangunan daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Hamemayu Hayuning Bawana, sebagai cita-cita luhur untuk menyempurnakan tata nilai kehidupan masyarakat Yogyakarta berdasarkan nilai budaya daerah yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Dasar filosofi yang lain adalah Hamangku-Hamengku-Hamengkoni, Tahta Untuk Rakyat, dan Tahta untuk Kesejahteraan Sosial-kultural.

Provinsi

Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta secara legal formal dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 (Berita Negara Tahun 1950 Nomor 3) dan UU Nomor 19 Tahun 1950 (Berita Negara Tahun 1950 Nomor 48) yang diberlakukan mulai 15 Agustus 1950 dengan PP Nomor 31 Tahun 1950 (Berita Negara Tahun 1950 Nomor 58).

UU Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai isi yang sangat singkat dengan 7 pasal dan sebuah lampiran daftar kewenangan otonomi. UU tersebut hanya mengatur wilayah dan ibu kota, jumlah anggota DPRD, macam kewenangan Pemerintah Daerah Istimewa, serta aturan-aturan yang sifatnya adalah peralihan.
UU Nomor 19 Tahun 1950 sendiri adalah revisi dari UU Nomor 3 Tahun 1950 yang berisi penambahan kewenangan bagi Daerah Istimewa Yogyakarta. Status Yogyakarta pada saat pembentukan adalah Daerah Istimewa setingkat Provinsi. Baru pada 1965 Yogyakarta dijadikan Provinsi seperti provinsi lain di Indonesia.

Prov. DIY tahun 2007 beserta Kab/Kota di lingkungannya

Pembagian Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi kabupaten -kabupaten dan kota yang berotonomi dan diatur dengan UU Nomor 15 Tahun 1950 (Berita Negara Tahun 1950 Nomor 44) dan UU Nomor 16 Tahun 1950 (Berita Negara Tahun 1950 Nomor 45). Kedua undang-undang tersebut diberlakukan dengan PP Nomor 32 Tahun 1950 ( Berita Negara Tahun 1950 Nomor 59) yang mengatur Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi kabupaten-kabupaten:

Bantul beribukota di Bantul
Sleman beribukota di Sleman
Gunungkidul beribukota di Wonosari
Kulon Progo beribukota di Sentolo
Adikarto beribukota di Wates
Kota Besar Yogyakarta

Dengan alasan efisiensi, pada tahun 1951, kabupaten Adikarto yang beribukota di Wates digabung dengan kabupaten Kulon Progo yang beribukota di Sentolo menjadi Kabupaten Kulon Progo dengan ibu kota Wates. Penggabungan kedua daerah ini berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 1951 (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 101). Semua UU mengenai pembentukan DIY dan Kabupaten dan Kota di dalam lingkungannya, dibentuk berdasarkan UU Pokok tentang Pemerintah Daerah (UU No 22 Tahun 1948).

Selanjutnya, demi kelancaran tata pemerintahan, sesuai dengan mosi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6/1952 tertanggal 24 September 1952, daerah-daerah enclave Imogiri, Kota Gede, dan Ngawen dilepaskan dari Propinsi Jawa Tengah dan kabupaten-kabupaten yang bersangkutan kemudian dimasukkan ke dalam wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan kabupaten-kabupaten yang wilayahnya melingkari daerah-daerah enclave tersebut.

Penyatuan enclave-enclave ini berdasarkan UU Darurat Nomor 5 Tahun 1957 (Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 5) yang kemudian disetujui oleh DPR menjadi UU Nomor 14 Tahun 1958 (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1562).

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Istimewa_Yogyakarta

Sumber Gambar :

SEJARAH KOTA YOGYA


DIY adalah sebuah daerah otonomi setingkat propinsi, satu dari 26 daerah Tingkat I yang ada di Indonesia. Propinsi ini beribukota di Yogyakarta, sebuah kota yang kaya predikat, baik berasal dari sejarah maupun potensi yang ada, seperti sebagai kota perjuangan, kota kebudayaan, kota pelajar, dan kota pariwisata. Menurut Babad Gianti, Yogyakarta atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa) adalah nama yang diberikan Paku Buwono II (raja Mataram tahun 1719-1727) sebagai pengganti nama pesanggrahan Gartitawati. Yogyakarta berarti Yogya yang kerta, Yogya yang makmur, sedangkan Ngayogyakarta Hadiningrat berarti Yogya yang makmur dan yang paling utama. Sumber lain mengatakan, nama Yogyakarta diambil dari nama (ibu) kota Sanskrit Ayodhya dalam epos Ramayana. Dalam penggunaannya sehari-hari, Yogyakarta lazim diucapkan Jogja(karta) atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa).

Sebutan kota perjuangan untuk kota ini berkenaan dengan peran Yogyakarta dalam konstelasi perjuangan bangsa Indonesia pada jaman kolonial Belanda, jaman penjajahan Jepang, maupun pada jaman perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Yogyakarta pernah menjadi pusat kerajaan, baik Kerajaan Mataram (Islam), Kesultanan Yogyakarta maupun Kadipaten Pakualaman. Sebutan kota kebudayaan untuk kota ini berkaitan erat dengan peninggalan-peninggalan budaya bernilai tinggi semasa kerajaan-kerajaan tersebut yang sampai kini masih tetap lestari. Sebutan ini juga berkaitan dengan banyaknya pusat-pusat seni dan budaya. Sebutan kata Mataram yang banyak digunakan sekarang ini, tidak lain adalah sebuah kebanggaan atas kejayaan Kerajaan Mataram.


Sebutan Yogyakarta sebagai kota pariwisata menggambarkan potenssi propinsi ini dalam kacamata kepariwisataan. Yogyakarta adalah daerah tujuan wisata terbesar kedua setelah Bali. Berbagai jenis obyek wisata dikembangkan di wilayah ini, seperti wisata alam, wisata sejarah, wisata budaya, wisata pendidikan, bahkan, yang terbaru, wisata malam. Predikat sebagai kota pelajar berkaitan dengan sejarah dan peran kota ini dalam dunia pendidikan di Indonesia. Di samping adanya berbagai pendidikan di setiap jenjang pendidikan tersedia di propinsi ini, di Yogyakarta terdapat banyak mahasiswa dan pelajar dari 26 propinsi (dulunya 27 propinsi sebelum Timor Timur keluar dari negara kesatuan Indonesia) di Yogyakarta. Tidak berlebihan bila Yogyakarta disebut sebagai miniatur Indonesia.


Disamping predikat-predikat di atas, sejarah dan status Yogyakarta merupakan hal menarik untuk disimak. Nama daerahnya memakai sebutan DIY sekaligus statusnya sebagai Daerah Istimewa. Status Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa berkenaan dengan runutan sejarah Yogyakarta, baik sebelum maupun sesudah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

Sumber :
http://students.ukdw.ac.id/~22002471/sejarah2.html

Sumber Gambar :
http://tholetour.files.wordpress.com/2008/11/yog1.jpg